kita sebagai mahluk hidup pasti mempunyai perasaan akan kurang, tapi terkadang seseorang itu tidak mau disebut serakah tapi dari kenyataan yang dilihat mereka selalu akan kurang tak pernah merasakan puas, bagaikan sang macan yang haus akan daging. memang setiap apa yang kita dapatkan kita pasti akan kurang dari apa yang kita dapat, memang semua sekarang zaman yang modern tapi seseorang tersebut lupa terhadap apa itu "BERSYUKUR". Apabila direnungkan secara mendalam, ternyata memang banyak nikmat Allah
yang telah kita terima dan gunakan dalam hidup ini. Demikian banyaknya
sehingga kita tidak mampu menghitungnya. Allah berfirman, ''Dan jika
kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan
jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.'' (QS 16: 18).
Hakikat syukur adalah menampakkan
nikmat dengan menggunakannya pada tempat dan sesuai dengan kehendak
pemberinya. Sedangkan kufur adalah menyembunyikan dan melupakan nikmat.
Allah SWT berfirman, ''Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu memaklumkan,
'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih'.'' (QS 14: 7).
Pada dasarnya, semua bentuk syukur
ditujukan kepada Allah. Namun, bukan berarti kita tidak boleh bersyukur
kepada mereka yang menjadi perantara nikmat Allah. Ini bisa dipahami
dari perintah Alah untuk bersyukur kepada orang tua yang telah berjasa
menjadi perantara kehadiran kita di dunia. Firman Allah SWT,
''Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibu-bapakmu, hanya
kepada-Kulah kamu kembali.'' (QS 31: 14).
Perintah bersyukur
kepada orang tua sebagai isyarat bersyukur kepada mereka yang berjasa
dan menjadi perantara nikmat Alloh. Orang yang tidak mampu bersyukur
kepada sesama sebagai tanda ia tidak mampu pula bersyukur kepada Alloh
swt . Nabi bersabda, ''Siapa yang tidak mensyukuri manusia, maka ia
tidak mensyukuri Alloh.'' (HR Tirmidzi).
Manfaat syukur akan
menguntungkan pelakunya. Allah tidak akan memperoleh keuntungan dengan
syukur hamba-Nya dan tidak akan rugi atau berkurang keagungan-Nya
apabila hamba-Nya kufur. Allah berfirman, ''Dan siapa yang bersyukur,
maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan
siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya lagi Mahamulia.''
(QS 27: 40).
Ada beberapa cara mensyukuri nikmat Allah swt.
Pertama, syukur dengan hati. Ini dilakukan dengan mengakui sepenuh hati
apa pun nikmat yang diperoleh bukan hanya karena kepintaran, keahlian,
dan kerja keras kita, tetapi karena anugerah dan pemberian Alloh Yang
Maha Kuasa. Keyakinan ini membuat seseorang tidak merasa keberatan
betapa pun kecil dan sedikit nikmat Alloh yang diperolehnya.
Kedua,
syukur dengan lisan. Yaitu, mengakui dengan ucapan bahwa semua nikmat
berasal dari Alloh swt. Pengakuan ini diikuti dengan memuji Alloh
melalui ucapan alhamdulillah. Ucapan ini merupakan pengakuan bahwa yang
paling berhak menerima pujian adalah Allah.
Ketiga, syukur dengan
perbuatan. Hal ini dengan menggunakan nikmat Alloh pada jalan dan
perbuatan yang diridhoi-Nya, yaitu dengan menjalankan syariat ,
menta'ati aturan Alloh dalam segala aspek kehidupan
Sikap syukur
perlu menjadi kepribadian setiap Muslim. Sikap ini mengingatkan untuk
berterima kasih kepada pemberi nikmat (Alloh) dan perantara nikmat yang
diperolehnya (manusia). Dengan syukur, ia akan rela dan puas atas nikmat
Allah yang diperolehnya dengan tetap meningkatkan usaha guna mendapat
nikmat yang lebih baik.
Selain itu, bersyukur atas nikmat yang
diberikan Alloh merupakan salah satu kewajiban seorang muslim. Seorang
hamba yang tidak pernah bersyukur kepada Alloh, alias kufur nikmat,
adalah orang-orang sombong yang pantas mendapat adzab Allah SWT.
Allah
telah memerintahkan hamba-hambaNya untuk mengingat dan bersyukur atas
nikmat-nikmatNya: “Karena itu, ingatlah kamu kepadaKu niscaya Aku ingat
pula kepadamu, dan bersyukurlah kepadaKu dan janganlah kamu mengingkari
nikmatKu.” (QS al-Baqarah:152)
Ahli Tafsir, Ali Ash Shobuni
menjelaskan bahwa yang dimaksud “Ingat kepada Alloh” itu adalah dengan
Ibadah dan Ta’at, maka Alloh akan ingat kepada kita, artinya memberikan
pahala dan ampunan. Selanjutnya kita wajib bersyukur atas nikmat Allah
dan jangan mengingkarinya dengan berbuat dosa dan maksiat.
Telah
diriwayatkan bahwa Nabi Musa as pernah bertanya kepada Tuhannya: ”Ya
Robb, bagaimana saya bersyukur kepada Engkau? Robbnya menjawab:
”Ingatlah Aku, dan janganlah kamu lupakan Aku. Jika kamu mengingat Aku
sungguh kamu telah bersyukur kepadaKu. Namun, jika kamu melupakan Aku,
kamu telah mengingkari nikmatKu”.
Di zaman sekarang ini, betapa
banyak orang merefleksikan rasa bersyukur, namun dengan cara-cara yang
bertentangan dengan prinsip-prinsip syukur itu sendiri. Untuk itu, para
ulama telah menggariskan tata cara bersyukur yang benar, yakni dengan
cara beribadah dan memupuk ketaatan kepada Allah swt dan meninggalkan
maksiat.
Alloh swt telah menyatakan dengan sangat jelas bahwa
orang-orang yang mau bersyukur atas nikmat yang diberikanNya sangatlah
sedikit. Kebanyakan manusia ingkar terhadap nikmat yang diberikan Alloh
kepada mereka. “Sesungguhnya Alloh benar-benar mempunyai karunia yang
dilimpahkan atas umat manusia, akan tetapi kebanyakan mereka tidak
mensyukurinya.” [QS Yunus: 60]
“Katakanlah: “Siapakah yang dapat
menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut yang kamu berdoa
kepadaNya dengan berendah diri dengan suara yang lembut (dengan
mengatakan): ”Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan kami dari bencana ini,
tentulah kami menjadi orang-orang yang bersyukur.” Katakanlah: ”Alloh
menyelamatkan kamu daripada bencana itu dan dari segala macam
kesusahan, kemudian kamu kembali mempersekutukanNya.” (QS Al-An’aam:
63-64).
Ketika manusia ditimpa berbagai macam kesusahan mereka
segara berdoa dan berjanji untuk bersyukur pada Allah jika bencana itu
dihindarkanNya. Akan tetapi, ketika Allah menghindarkan mereka dari
bencana itu, mereka lupa bersyukur bahkan kembali mempersekutukan Allah
swt. Betapa banyak orang menangis, meratap, memelas dan
merengek-rengek meminta kepada Alloh swt agar dihindarkan dari kesusahan
hidup; masalah pribadi, soal pekerjaan, musibah, dsb. Akan tetapi,
ketika Alloh menghindarkan mereka dari kesusahan mereka kembali lalai,
bermaksiat, bahkan menerapkan aturan-aturan selain aturan Allah.
Bukankah hal ini termasuk telah menyekutukan Allah swt? Wallahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar