Senin, 12 Maret 2012

perubahan makna


1.      Pendahuluan
Bahasa sebagai alat komunikasi verbal merupakan suatu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer. Artinya, tidak ada hubungan wajib antara lambang sebagai hal yang menandai (berwujud kata atau leksem) dengan benda atau konsep yang ditandai (acuan dari kata atau leksem tertentu). Berbicara tentang makna, tidak akan terlepas dari pembicaraan tentang lambang dan acuan. Dalam kehidupan sehari- hari sering terjadi lambang tetap namun acuan berbeda dan kadang pula maknanya tetap tapi lambangnya berubah. Hal itu terjadi karena perubahan bahasa yang bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan kebutuhan manusia sebagai pemakai bahasa. Oleh karena itu, pengetahuan tentang adanya hubungan antara lambang dengan maknanya sangat diperlukan dalam berkomunikasi.
Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan yang akan selalu berkembang sesuai dengan perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Setiap bdrkomunikasi, seseorang membutuhkan kata atau kalimat yang tepat agar tidak menimbulkan makna yang berbeda pada orang lain. Oleh karena itu Pateda (2001:159), menyatakan pengguna bahasa akan mengubah makna kata yang telah ada sesuai dengan apa yang dipikirkan, dirasakan dan apa yang diinginkan dapat tertampung dalam penggunaan bahasa. Hal inilah yang menjadikan sebab mengapa perubahan makna perlu untuk dibicarakan.
Makna sebuah kata/leksem secara sinkronik tidak akan berubah, secara diakronik ada kemungkinan berubah. Artinya, dalam jangka waktu terbatas makna sebuah kata tidak akan berubah, tetapi dalam jangka waktu yang relatif tidak terbatas ada kemungkinan bisa berubah. Namun, bukan berarti setiap kata akan berubah maknanya. Perubahan makna diantaranya disebabkan oleh keunikan dalam suatu kasus maupun sebab lain yang bisa diidentifikasi. Keunikan kasus ini hanya bisa dijelaskan dengan merekonstruksi seluruh latar belakang sejarah dimana bahasa itu dikembangkan. Sebab lain yang bisa diidentifikasi dapat bersifat kebahasaan, sosial, psikologis, pengaruh asing dan kebutuhan akan makna baru.

2.      Sebab – Sebab Perubahan Makna
a.       Perkembangan Dalam Ilmu dan Teknologi
Perkembangan dalam bidang ilmu dan kemajuan dalam bidang teknologi dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata (Chaer, 2002:132). Kata yang tadinya mengandung konsep makna mengenai sesuatu yang sederhana, tetap digunakan meskipun konsep makna yang dikandung telah berubah sebagai akibat dari pandangan atau teori baru dalam satu bidang ilmu tertentu. Sebagai akibat dari perkembangan teknologi, kata berlayar yang pada awalnya bermakna ‘perjalanan di laut (di air) dengan menggunakan perahu atau kapal yang digerakkan dengan tenaga layar’ masih digunakan meskipun kapal- kapal saat ini sudah tidak menggunakan layar, tetapi sudah menggunakan tenaga mesin bahkan nuklir.
b.      Perkembangan Sosial dan Budaya
Perkembangan dalam bidang sosial kemasyarakatan dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna. Sebuah kata yang mulanya bermakna ‘A’ dapat bermakna ‘B’ ataupun ‘C’. Jadi, bentuk katanya tetap sama tetapi konsep makna yang dikandungnya sudah berubah. Kata Saudara dalam bahasa Sanskerta bermakna ‘seperut’ atau ‘satu kandungan’. Saat ini, kata Saudara meskipun masih diartikan ‘orang yang lahir dari kandungan yang sama’ tetapi digunakan juga untuk menyebut atau menyapa siapa saja yang dianggap sederajat atau berstatus sosial yang sama.
c.       Perbedaan Bidang Pemakaian (Akibat Perubahan Lingkungan)
Setiap bidang kehidupan atau disiplin ilmu tertentu pasti memiliki kosa kata tersendiri yang hanya dikenal dan digunakan dengan makna tertentu dalam bidang tersebut. Kata yang menjadi kosa kata dalam bidang- bidang tertentu itu dalam kehidupan dan pemakaian sehari- hari dapat terbantu dari bidangnya dan digunakan dalam bidang lain atau menjadi kosa kata umum. Oleh karena itu, kata tersebut menjadi mempunyai makna baru atau makna lain dismping makna aslinya. Seperti kata menggarap dengan segala macam derivasinya seperti pada frase menggarap sawah, tanah garapan, yang berasal dari bidang pertanian, kini banayak digunakan dalam bidang lain dengan makna ‘mengerjakan’ seperti pada frase mnggarap skripsi, menggara generasi muda dan meggarap naskah drama. Kata yang digunakan dalam bidang lain, akan memiliki makna lain yang tidak sama dengan arti dalam bidang atau lingkungan aslinya. Jadi, makna kata yang digunakan bukan dalam bidangnya dan makna kata yang digunakan di dalam bidang asalnya masih berada dalam poliseminya karena makna-makna tersebut masih saling berkaitan atau masih ada persamaan antara yang satu dengan makna lainnya.
d.      Adanya Asosiasi
Berbeda dengan perubahan makna yang terjadi akibat penggunaan kata dalam bidang lain, disini makna baru yang muncul adalah yang berkenaan dengan hal atau kata tersebut. Asosiasi yakni hubungan antara makna asli, makna didalam lingkungan tempat tumbuh semula kata yang bersangkutan dengan makna yang baru (makna di dalam tempat kata itu dipindahkan ke dalam pemakaian bahasa) dan antara makna keduanya masih ada hubungan yang erat. Contohnya kata amplop yang berasal dari bidang administrasi bermakna ‘sampul surat’. Ke dalam amplop itu selain biasa dimasukkan surat tetapi bisa juga dimasukkan benda lain, misalnya uang. Oleh karena itu, kata amplop bisa bermakna Namun dalam hal lain, kata amplop bisa bermakna ‘uang sebagai sogokan’. Asosiasi antara amplop dengan uang adalah berkenaan dengan wadahnya yaitu amplop, sebagai ‘sampul surat’ dan amplop yang berisi uang sebagai sogokan.
e.       Pertukaran Tanggapan Indra
Banyak kasus pertukaran tanggapan indra yang satu dengan indra yang lain dalam penggunaan bahasa sehari–hari. Alat indra yang sudah memiliki tugas tertentu untuk menangkap gejala yang terjadi, banyak mengalami pertukaran dengan indra lain. Misalnya kata pedas yang ditangkap dengan indra perasa mengalami perubahan makna saat ditangkap oleh indra pendengaran. Contohnya pada kalimat Dia suka makan makanan pedas dengan kata- katanya begitu pedas. Perubahan makna yang disebabkan oleh pertukaran indra disebut sinestesi.
f.       Perbedaan tanggapan
Menurut Chaer, perubahan pandangan hidup dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat yang biasanya sejalan dengan perkembanagan budaya kemasyarakatan memungkinkan terjadinya perubahan nilai rasa dari sebuah kata. Perubahan nilai rasa itu bisa memiliki nilai rasa yang ‘rendah’, yang kemudian disebut peioratif dan perubahan nilai rasa yang ‘tinggi’ atau menyenangkan disebut amelioratif. Kata gerombolan pada waktu dahulu bermakna orang yang berkelompok atau orang yang berkerumun. Namun saat ini, makna kata gerombolan menjurus pada hal yang tidak menyenangkan, bahkan menakutkan karena dihubungkan dengan gerombolan pengacau, perampok dan pencuri. Kata bisu dirasa kurang enak didengar sehingga digunakan kata tunawicara sebagai kata yang lebih pantas untuk digunakan.
g.      Adanya Penyingkatan
Kata atau ungkapan yang sering digunakan dalam sehari- hari terkadang tanpa diucapkan atau dituliskan secara keseluruhan, orang lain sudah mengerti maksudnya. Maka dari itu, orang lebih banyak menggunakan singkatan saja daripada menggunankan bentuk utuhnya. Contohnya, kata meninggal dalam kalimat ayahnya meninggal tentu berarti meninggal dunia.
h.      Pengembangan Istilah
Salah satu upaya pengembangan istilah adalah memanfaatkan kosa kata yang ada dengan memberi makna baru. Misalnya kata teras yang awalnya bermakna ‘inti kayu’ atau ‘saripati kayu’ kini diangkat menjadi unsur pembentuk istilah untuk makna ‘utama’ atau ‘pimpinan’.
i.        Perubahan Makna Akibat Gabungan Leksem Atau Kata
Terjadi perubahan makna apabila menggabungkan atau memadukan leksem satu dengan leksem yang lain. Contohnya pada kata surat, apabila kata surat digabungkan dengan kata lain maka maknanya akan berubah. Orang mengenal surat jalan, surat kaleng, surat perjanjian dan surat sakit. Contoh lain yaitu kata sapu tangan, unjuk rasa, serah terima, ketiga contoh tersebut apabila masing- masing leksem di pisah akan menimbulkan makna yang berbeda.

3.      Jenis- Jenis Perubahan Makna
1.      Meluas
Gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah ‘makna’, tetapi karena berbagai faktor menjadi memiliki makna lain. Contohnya adalah kata kakak yang bermakana ‘saudara sekandung yang lebih tua’ meluas maknanya menjadi ‘siapa saja yang pantas dianggap atau disebut sebagai saudara kandung yang lebih tua’.
2.      Menyempit
Gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya memiliki makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja. Contohnya adalah kata sarjana yang pada awalnya berarti ‘orang pandai’ atau ‘orang yang lulus dari perguruan tinggi’.
3.      Perubahan total
Perubahan makna kata secara menyeluruh. Artinya, perubahan maknanya sama sekali berbeda dengan makna kata asalnya. Kalaupun ada sangkut pautnya dengan makna asal, sangkut pautnya itu sudah jauh sekali. Contohnya, kata seni yang pada mulanya dihubungkakn dengan air seni atau kencing tapi kini digunakan sepadan dengan makna kata Belanda kunst atau art, yaitu untuk mengartikan karya atau ciptaan yang bernilai halus.
4.      Penghalusan (ufemia)
Pembicaraan mengenai penghalusan berarti gejala ditampilkannya kata atau bentuk kata yang berubah yang dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih sopan daripada yang digantikan. Tampaknya, kecendurungan untuk menghaluskan makna kata merupakan gejala umum yang telah ada dalam masyarakat Indonesia. Contohnya kata penjara atau bui diganti dengan kata atau ungkapan yang maknanya dianggap lebih halus yaitu Lembaga pemasyarakatan.
5.      Pengasaran (disfemia)
Pengasaran dilakukan untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar. Gejala pengasaran biasanya dilakukan oleh seseorang dalam situasi yang tidak ramah atau menunjukkan kejengkelan. Misalnya kata mencaplok digunakan untuk mengganti mengambil begitu saja seperti dalam kalimat Dengan seenaknya Israel mencaplok wilayah Mesir itu. Namun, ada juga kata yang sebenarnya bernilai kasar tetapi sengaja digunakan untuk lebih memberi tekanan tetapi tanpa terasa kekasarannya. Misalnya pada kata menggondol pada kalimat Anjing menggondol tulang, digunakan pula pada kalimat Akhirnya regu bulu tangkis kita berhasil menggondol pulang piala Thomas Cup itu.

4.      Makna Asosiasi dan makna Sinestesia
Asosiasi (hubungan antara makna asli suatu kata di dalam lingkungan tempat tumbuh semula kata yang bersangkutan dengan makna yang baru; yakni makna di dalam lingkungan tempat kata itu dipindahkan ke dalam pemakaian bahasa (yang sering bermakna kias). Contohnya jika seorang guru di Jakarta menyebutkan akan ke Senayan, maksudnya adalah ke Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan karena kantor tersebut terkletak di Senayan.
Sinestesia (makna yang muncul akibat penggabungan atau pertukaran indra yang berlainan). Contohnya kata enak dan sedap pada kalimat “kata- katanya enak didengar” dan “warna bajunya sedap dipandang”, makna kata enak dan sedap tidak berhubungan lagi dengan indra perasa, tetapi maknanya berhubungan dengan indra pendengaran dan indra penglihatan.

5.      Generalisasi dan Spesialisasi
Perluasan makna (generalisasi) terjadi akibat perkembangan sosial dan budaya dalam masyarakat. Contohnya kata tempa yang dihubungkan dengan pekerjaan menempa besi yang menjadi perkakas akan bermakna lain jika berada dalam urutan kata menempa generasi muda, maknanya lebih mengacu pada usaha memberikan pengetahuan dan pengalaman agar nantinya menjadi pribadi yang tangguh menghadapi kejamnya hidup.
Penyempitan makna (spesialisasi) juga terjadi akibat perkembangan sosial dan budaya dalam masyarakat. Misalnya kata ahli yang bermakna anggota keluarga, orang yang termasuk di dalam satu golongan atau keluarga,  kini maknanya lebih terbatas pada bidang (disiplin ilmu) tertentu.

6.      Amelorasi dan Peiorasi
Ameliorasi (perubahan makna kata baru yang terasa lebih baik atau menyenangkan) dan peiorasi (perubahan makna kata baru yang terasa lebih rendah atau kurang menyenangkan) terjadi akibat perbedaan tanggapan pemakai bahasa. Contoh ameliorasi yakni pada kata juara yang dulu bermakna penyabungan Ayam (perbuatan yang tidak menyenangkan) kini bermakna menduduki peringkat, baik dalam perlombaan atau pertandingan (maknanya menyenangkan). Contoh peiorasi yakni pada urutan kata kaki tangan yang dahulu bermakna anggota badan yakni kaki dan tangan (menyenangkan) saat ini bermakna orang yang berperan aktif membantu musuh pada urutan kata kaki tangan Belanda.     
                 
Daftar Pustaka



Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta; Rineka Cipta

Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta; Rineka Cipta

Tarigan, Henry Guntur. 1993. Pengajaran Semantik. Bandung; Angkasa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar